Senin, 10 Agustus 2015

Apakah Sukarno dan Suharto Otoriter sekaligus Diktator ?.

         Penulis sengaja memberi judul dengan menggunakan kata Diktator dan Otoriter agar kita dapat memahami makna kata dari Diktator dan Otoriter. Dalam kamus bahasa Indonesia, kata Diktator berarti seseorang yang memiliki kekuasaan yang sangat luar biasa bahkan mengalahkan hukum yang ada. Dengan kata lain Hukum adalah hal yg terlintas dalam pikiran sang Diktator atau yang sering kita sebut Hukum ada diujung lidahnya. Contoh Dikatator yang paling terkenal adalah Hitler dimana kata-katanya & perintahnya melebihi Hukum yang berlaku saat itu. Lalu kata Otoriter bermakna kekuasaan yang digunakan dengan jalan kekerasan/refresif namun masih berada dalam hukum yang digunakan. Seorang pemimpin yang Otoriter selalu menggunakan Hukum Negara sebagai dalil dalam melakukan tindakannya. Contoh pemimpin Otoriter yang terkenal adalah Lee Kuan Yeuw. Lee Kuan Yeuw selalu menggunakan dalil Hukum dalam membungkam lawan-lawan politiknya.
Sekarang mari kita berbicara tentang sosok Sukarno dan Suharto dalam memimpin bangsa Indonesia.

Pertama-tama mari kita berbicara tentang Sukarno.

         Sukarno adalah Presiden pertama Indonesia yang terlahir dengan nama Koesno Sosrodihardjo di Surabaya tanggal 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1970 pada usia 69 tahun. Sukarno menjabat sebagai Presiden Indonesia pada kurun waktu 1945-1967. Masa kepemimpinan Sukarno secara efektif/kondusif terhitung sejak 1950 dimana kondisi Indonesia dalam keadaan kondusif untuk melakukan pembangunan. Penulis ingin mengajak pembaca untuk melihat masa-masa pemerintahan Sukarno dimasa yang kondusif.
Apakah Sukarno seorang Diktator ? Mari kita bahas lewat sejarah yang terjadi.

          Pada tahun 1955, Indonesia melakukan Pemilu yang pertama untuk memilih para wakil rakyat yang akan duduk dikursi parlemen. Sesuai perintah UUD45 seharusnya Pemilu 1955 berlanjut dengan Pemilihan Presiden & Wakil Presiden oleh anggota DPR/MPR hasil Pemilu 1955, ternyata hal ini tidak pernah terjadi. Ini salah satu alasan Bung Hatta meninggalkan Sukarno ditahun 1956 karena Bung Hatta tidak ingin menjadi Wakil Presiden yang Inkonstitusional. Langkah Sukarno yang mengabaikan perintah UUD45 menunjukan tindakan beliau telah melebihi Hukum yang ada.

         Pada tahun 1959, Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Dewan Konstituante yang merupakan hasil Pemilu 1955. Mereka adalah wakil rakyat yang dipili oleh rakyat. Alasan yang digunakan Sukarno adalah kegagalan Dewan Konstituante dalam menghasilkan penyempurnaan Konstitusi. Selanjutnya Sukarno mengganti mereka dengan orang-orang yang ditunjuk oleh Sukarno sendiri. Langkah yang diambil Sukarno dengan Dekrit 1959 jelas-jelas mengabaikan perintah UUD45 dimana anggota Dewan berasal dari hasil Pemilu yang dipilih oleh rakyat bukan hasil penunjukan oleh seseorang. Artinya tindakan Sukarno telah melebihi Hukum yang ada.
Dari 2 kejadian diatas terbukti bila Sukarno adalah seorang Diktator karena tindakan yang diambil beliau telah melebihi Hukum yang berlaku saat itu. Bahkan dengan diterbitkannya Dekrit Presiden 1959 kekuasaan Sukarno bagai tak terbendung oleh hukum yang berlaku saat itu. Sistem Demokrasi Terpimpin seolah menempatkan Sukarno sebagai Leader dari segalanya.

Apakah Sukarno Otoriter ? Mari kita bahas lewat sejarah yang terjadi.

          Mochtar Lubis adalah seorang wartawan senior yang mejadi korban otoriter Sukarno. Tulisannya yang mengkritik gaya hidup Sukarno yang Glamour justru berbuah penjara tanpa pernah diadili. Rosian Anwar juga seorang wartawan senior mengalami hal yang sama ditahun 1961. Tulisannya yang mengkritik Sistem Demokrasi Terpimpin yang diterapkan Sukarno justru dihadiahi terali penjara tanpa pernah diadili. Buya Hamka yang hanya memuat tulisan Bung Hatta yang berisi kritik terhadap Demokrasi Terpimpinnya Sukarno juga dihadiahi penjara. Dr Suwondo suami dari Hartini juga mengalami hal yang sama saat Sukarno merebut Hartini dari sisinya dank e 5 anaknya. Mayor Shakir tunangan dari Haryatie juga dipenjarakan hanya karena menolak melepas Haryatie dari sisinya. Arif Rahman Hakim, mahasiswa yang tewas dalam peristiwa Demo TRITURA adalah bukti otoriterisme Sukarno yang terakhir. Kejadian-kejadian diatas menunjukan bahwa Sukarno adalah seorang pemimpin yang Otoriter.

Sekarang mari kita berbicara tentang Suharto.

          Suharto lahir di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta, 8 Juni 1921 – meninggal di Jakarta, 27 Januari 2008 pada umur 86 tahun) adalah Presiden ke-dua Indonesia yang yang menjabat dari tahun 1968 sampai 1998, menggantikan Soekarno. Di dunia internasional, terutama di Dunia Barat, Soeharto sering dirujuk dengan sebutan populer "The Smiling General" (bahasa Indonesia: "Sang Jenderal yang Tersenyum") karena raut mukanya yang selalu tersenyum. Penulis ingin mengajak pembaca untuk melihat masa-masa pemerintahan Suharto sejak tahun 1968 hingga 1998.

Apakah Suharto seorang Diktator ? Mari kita bahas lewat sejarah yang terjadi.

Suharto menjadi Presiden RI melalui Sidang Istimewa MPRS ditahun 1968. Selama masa pemerintahannya, Suharto selalu mengadakan Pemilu setiap 5 tahun sekali sekali dan melakukan Pemilihan Presiden & Wakil Presiden sesuai perintah UUD45. Dalam setiap tindakannya Suharto selalu menggunakan Hukum yang berlaku walau secara kasat mata dapat dilihat bila Suharto telah memanipulasi Hukum tersebut untuk melanggengkan kekuasaannya. Lee Kuan Yeuw  dan Mahatir Muhammad juga melakukan hal yang sama dalam mempertahankan kekuasaannya. Dari kegiatan dan tindakan yang diambil Suharto dapat disimpulkan bila Suharto bukanlah seorang Diktator.

Apakah Suharto Otoriter ? Mari kita bahas lewat sejarah yang terjadi.

          Pada beberapa programnya, Suharto terbukti melakukan tindakan refresif. Kasus Kedung Ombo yang menelan korban jiwa adalah bukti Otoriterisme Suharto. Tapi lihatlah dampak yang dihasilkan dari Waduk Kedung Ombo. Kasus Taman Mini juga menunjukan sikap Otoriter Suharto. Beberapa proyek pembangunan jalan maupun jalan tol juga dilakukan dengan tindakan refresif, tapi lihatlah dampak yang dihasilkan sesudahnya.Tapi lihatlah dampak yang dihasilkan dari Proyek Taman Mini. Pada beberapa kasus Demo mahasiswa, pemerintah melakukan tindakan refresif yang kian menunjukan otoriterisme Suharto. Dari beberapa kejadian diatas dapat diambil kesimpulan jika Suharto adalah seorang pemimpin yang Otoriter sama seperti Sukarno.

Akhir kata penulis menarik satu kesimpulan bahwa Sukarno adalah pemimpin yang Diktator sekaligus Otoriter sementara Suharto bukanlah seorang pemimpin Diktator tapi Suharto adalah pemimpin yang Otoriter.


5 komentar:

  1. Waras lu? Soeharto bukan diktator? Loe pikir dwifungsi ABRI bukan hasil pemikiran diktator? Belom lagi kasus tanjung Priok, kalo bukan diktator kenapa muslim tanjung priok dibantai sampe ratusan nyawa? MIKIR!!!!!

    BalasHapus
  2. Penulis kyanya pro Soeharto... Kenapa ga di sebutkan semua kekejaman Soeharto... sampai hukum ga berlaku terhadapnya.. Dan soekarno bapak proklamasi.. Bukan diktaktor...

    BalasHapus
  3. soeharto ga diktator?pengertian diktator lu tafsir secara sempit,diktator secara luas seirang pemimpin yang memiliki kekuasaan penuh dan menggunakan kekuasaan tersebut dengan menindas rakyatnya,jd jangan cuma dari arti sempit doang,kl seorang pemimpin sudah menindas rakyatnya itu di sebut diktator..bayangin zaman soeharto lu gabakal tuh bebas berpikir.mengkritisi pemerintah,peristiwa lima belas januari dll,tolong baca2 yg banyak ya jangan menggiring opini yg sempit

    BalasHapus
  4. mantap Aku suka tullisanmu lanjutkan.kita harus lihat tokoh dari berbagai suut pandang bukan cuma yang baiknya juga yang buruk juga harus diketahui agar tidak DISEBUT SI BUTA MATA SEBELAH, Dasar tukang kawin,import bini,haus akan kekuasaan dan perempuan,ABSOLUT,

    BalasHapus