Senin, 10 Agustus 2015

Ini Cerita tentang ke 9 Isteri Sukarno yg diakui Negara,

Ini Cerita tentang ke 9 Isteri Sukarno yg diakui Negara,


 Ini Permintaan Seorang Teman tentang ke 9 Isteri Sukarno yg diakui Negara

Ini Cerita tentang ke 9 Isteri Sukarno yg diakui Negara, Penasaran ? Tonton “9 Reason”.
ISTRI PERTAMA SOEKARNO.
Oetari Tjokroaminoto adalah istri pertama Soekarno sekaligus putri sulung Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam yang juga sebagai guru Soekarno. Oetari adalah cinta pertama sang Putra Fajar.
Soekarno menikahi Oetari usianya belum genap 20 tahun. Siti Oetari sendiri waktu itu berumur 16 tahun. Soekarno menikahi Oetari pada tahun 1921 di Surabaya, waktu itu Soekarno menumpang di rumah HOS Tjokroaminoto, Jl Peneleh II/27 Surabaya, ketika sedang menempuh pendidikan di sekolah lanjutan atas.
Soekarno menikahi Oetari untuk meringankan beban keluarga Tjokro. Kala itu istri Tjokro baru saja meninggal. Soekarno tidak mencintai Oetari sebagaimana seorang suami mencintai istrinya secara utuh, begitu pula Oetari. Dunia pergerakan Soekarno dan dunia kanak-kanak Oetari terlalu berseberangan saat itu. Hubungan mereka pun tidak lebih seperti kakak-adik.
Beberapa saat sesudah menikah, Bung Karno meninggalkan Surabaya, pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi di THS (sekarang ITB). Pernikahan Soekarno dan Oetari tidak bertahan lama. Soekarno kemudian menceraikan Oetari secara baik-baik tak lama setelah kuliah di Bandung.
Soekarno kepada Utari Tjokroaminoto : (1921 -1923)
“Lak, tahukah engkau bakal istriku kelak.? … orangnya tidak jauh dari sini, kau ingin tau? boleh..Orangnya dekat sini kau tak usah beranjak, karena orangnya ada di sebelahku”

ISTRI KEDUA  SOEKARNO.
Inggit Garnasih (lahir di Desa Kamasan, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, 17 Februari 1888 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 13 April 1984 pada umur 96 tahun adalah istri kedua Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia. Kala itu Soekarno kos di Bandung tahun 1921. Sejak awal pertemuan di rumah Inggit Garnasih, dia sudah mengagumi sosok Inggit yang matang dan cantik.
Perbedaan usia diantara mereka dan status Inggid yg masih isteri dari H Sanusi tidak menyurutkan langkah Sukarno untuk mendekati Inggid. Hubungan terlarang diantara merekapun akhirnya diketahui oleh H Sanusi yg akhirnya secara resmi menceraikan Inggid isterinya untuk dipersunting Sukarno.
Mereka menikah pada 24 Maret 1923 di rumah orang tua Inggit di Jalan Javaveem, Bandung.
Pernikahan mereka dikukuhkan dengan Soerat Keterangan Kawin No. 1138 tertanggal 24 Maret 1923, bermaterai 15 sen, dan berbahasa Sunda. Soekarno berusia 22 tahun dan Inggit berusia 33 tahun kala itu. Pernikahan Inggit dengan Haji Sanusi pun tidak bahagia.
Pada sosok Inggit Soekarno menemukan pelabuhan cintanya. Inggit begitu telaten melayani dan mendengarkan Soekarno. Inggit mendampingi Soekarno dalam suka dan duka selama hampir 20 tahun. Pernikahan Soekarno dan Inggit tidak dikaruniai anak.
Sayang, setelah 20 tahun berumah tangga, bahkan dengan setia nunut Bung Karno hingga ke Ende dan Bengkulu, Inggit harus rela berpisah. Karena si Bung terpikat pada Fatmawati, yang pernah ikut mondok dalam rumah tangga mereka saat di Bengkulu. Fatmawati juga disebut sebagai anak angkatnya Inggit Garnasih.
Tahun 1943, Soekarno menceraikan Inggit yang tak mau dimadu. Sekalipun bercerai , Inggit tetap menyimpan perasaan terhadap Soekarno, termasuk melayat saat Soekarno meninggal.
Kisah cinta Inggit-Soekarno ditulis menjadi sebuah roman yang disusun Ramadhan KH yang dicetak ulang beberapa kali sampai sekarang.
Ucapan Soekarno kepada Inggit Garnasih : (1923 – 1943)
“Aku kembali ke Bandung.., dan kepada tjintaku yang sesungguhnya.”

ISTRI KETIGA SOEKARNO.
Fatmawati yang bernama asli Fatimah lahir di Bengkulu, 5 Februari 1923. Dalam pembuangan di Bengkulu, Soekarno bertemu Fatmawati. Gadis muda ini adalah putri tokoh Muhammadiyah di Bengkulu. Usia Soekarno dan Fatmawati terpaut 22 tahun lebih muda. Hubungan dengan Fatmawati membuat pernikahan Soekarno dengan Inggit Garnasih berakhir. Inggit menolak dipoligami dan memilih pulang ke Bandung.
Tanggal 1 Juni 1943, Soekarno dan Fatmawati menikah. Soekarno berusia 42 tahun dan Fatma 20 tahun. Setelah Indonesia merdeka, Fatma menjadi ibu negara yang pertama. Dia juga yang menjahit bendera pusaka merah putih.
Tapi kebahagiaannya sebagai pendamping Bung Karno harus terkoyak pada tahun ke-12. Sebab, belum genap dua hari ia melahirkan Guruh, Sukarno mendekat sambil berkata lirih, “Fat, aku minta izinmu, aku akan kawin dengan Hartini.” Walau berat dirasa, Fatma mengikhlaskan Sukarno menikahi Hartini. Tahun 1956 status Ibu Negara yg disandang Fatma beralih kepada Hartini.
Pada tahun 80-an lalu, kehendak Fatmawati menemui Inggit di Jalan Ciateul Nomor 8, Bandung, seperti tertulis dalam buku “Fatmawati Sukarno: The First Lady” karya Arifin Suryo Nugroho, terwujud berkat bujuk rayu mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.
Ali menemui Inggit pada 7 Februari 1980 untuk menjajaki kemungkinan menerima kehadiran Fatmawati, yang telah 38 tahun tak lagi berkomunikasi. Di hadapan Inggit yang telah sepuh itu, Fatmawati Sukarno bersimpuh.
“Indung mah lautan hampura (seorang ibu adalah lautan maaf),” kata Fatmawati. Inggit yang telah sepuh itu membalas sambil memeluk dan mengelus kepala Fatmawati.
“Hanya, ke depan,  jangan mencubit orang lain kalau tak ingin dicubit, karena dicubit itu rasanya sakit,” jelas Inggit, istri yang cuma bisa memberi tanpa mau meminta kepada suaminya.
Sambil berurai air mata, Fatmawati bersujud menciumi kedua kaki Inggit.
Dengan terbata-bata, Fatmawati meminta maaf karena telah menjalin tali kasih dan menikah dengan Sukarno. Bagi Fatmawati, kehendaknya menemui mantan ibu angkatnya Inggit, seolah menjadi penyuci diri.
Pada 14 Mei 1980 Fatmawati meninggal dunia karena serangan jantung ketika dalam perjalanan pulang umroh dari Mekah, lalu dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta.
Dari Fatmawati, Soekarno mendapatkan lima orang anak. Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra.
Ucapan Soekarno kepada Fatmawati : (1943 – 1956)
“Engkau menjadi terang dimataku. Kau yang akan memungkinkan aku melanjutkan perdjuanganku yang maha dahsyat.”
Ini Permintaan Seorang Teman tentang ke 9 Isteri Sukarno yg diakui Negara

.ISTRI KEEMPAT SOEKARNO.
Hartini adalah wanita setia yang sempat mengisi hidup Soekarno. Hartini lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 20 September 1924. Ayahnya Osan adalah pegawai Departemen Kehutanan yang rutin berpindah kota. Hartini menamatkan SD di Malang dan beliau diangkat anak oleh keluarga Oesman di Bandung. Hartini melanjutkan pendidikan di Nijheidschool (Sekolah Kepandaian Putri) Bandung. Hartini menamatkan SMP dan SMU di Bandung. Hartini remaja dikenal cantik, dan Hartini muda menikahi Dr.Suwondo dan menetap di Salatiga yg menghadirkan 5 putra & putri. Status Hartini yg masih menjadi isteri Dr Suwondo tidak menyurutkan niat Sukarno untuk memikatnya. Hubungan surat menyurat diantara mereka terjadi tanpa sepengetahuan Dr Suwondo maupun Fatmawati. Sukarno menggunakan nama samaran Srihana.  Beberapa sumber mengatakan Dr. Suwondo ditekan pihak tertentu untuk menceraikan Hartini, bahkan Dr Suwondo harus mendekam dipenjara untuk itu. Akhirnya Dr Suwondo resmi menceraikan Hartini dengan membawa ke 5 anak-anaknya tanpa ibu yg mendampingi mereka.
Hartini resmi dipinang oleh sang proklamator pada 1953, Hartini berumur 29 tahun dan berstatus janda lima anak. Dua hari setelah Guruh Soekarno Putra lahir, tanggal 15 Januari 1953, Soekarno meminta izin Fatmawati untuk menikahi Hartini.
Kepada Tempo edisi 22 September 1999 lalu, Hartini menepis tudingan publik bahwa dirinya telah merebut Bung Karno dari Fatmawati. Untuk bersedia menerima pinangan Bung Karno yang bertubi-tubi, dia harus membayarnya dengan amat mahal. Sebab, hampir semua media dan aktivis perempuan kala itu menyudutkan dirinya, dan lebih membela Fatmawati.
“Benar, sudah ada Ibu Fatmawati, sang first lady, ketika saya menikah dengan Bung Karno. Tapi, setelah saya, juga ada Dewi,” ujar Hartini.
Dan, kalau dirinya dikatakan merebut Bung Karno dari Ibu Fat, ia melanjutkan, bukankah Ibu Fat juga merebut Bung Karno dari Ibu Inggit, dan Ibu Inggit merebutnya dari Ibu Tari (Oetari)?
Lalu, setelah Dewi, bukankah masih ada lagi Haryatie, Yurike, dan belum pacar-pacar yang lain? Jadi semuanya sama. Yang membedakan, hanya ada satu first lady.
“Saya tidak merebut Bung Karno. Saya menjalani takdir yang digariskan hidup,” Hartini menegaskan.
Dari Soekarno, Hartini melahirkan dua anak, yakni Taufan Soekarnoputra dan Bayu Soekarnoputra.
Hartini tetap menjadi istri saat masa kekuasaannya Soekarno sudah memasuki usia senja. Hartini juga tetap mempertahankan status pernikahan hingga ajal menjemput Soekarno.
Di pangkuan Hartinilah, Putra Sang Fajar menghembuskan napas terakhirnya di RS Gatot Subroto pada 21 Juni 1970. Hartini meninggal di Jakarta, 12 Maret 2002 pada umur 77 tahun.
Ucapan Soekarno kepada Hartini : (1952 – 1970)
“Tien, I can’t work without you. Meski kamu istri kedua (setelah Fatmawati-red), kamu tetap istri saya yang sah. Biarpun kamu tidak tinggal di Istana Negara, kamu tetap mejadi ratu. Kamu akan menjadi ratu yang tidak bermahkota di Istana Bogor.” (saat meminta Hartini menjadi istrinya)

ISTRI KELIMA SOEKARNO.
Sosok wanita ini merupakan salah satu istri yang paling dicintai oleh Soekarno. Kartini Manoppo menjadi istri Bung Karno yang kelima. Keduanya menikah pada tahun 1959.
Awal mula Bung Karno jatuh hati pada wanita yang pernah jadi pramugari Garuda Indonesia itu saat melihat lukisan karya Basuki Abdullah. Sejak saat itu, Kartini tak pernah absen tiap kali Bung Karno pergi ke luar negeri.
Kartini merupakan wanita asal Bolaang Mongondow, Sulawesi. Dia terlahir dari keluarga terhormat, sehingga Kartini menutup rapat-rapat pernikahannya dengan Bung Karno. Sejarah mencatat, Kartini merupakan istri kedelapan Sang Putera Fajar.
Menikah dengan Kartini Manoppo, Bung Karno dikarunia anak Totok Suryawan Sukarno pada 1967.
Ucapan Soekarno kepada Kartini Manoppo : (1959 – 1968)
“Aku mencintai kamu, aku ingin kau membalas cintaku….sekarang juga saya minta kepastian darimu ya atau tidak”

ISTRI KEENAM SOEKARNO.
Ratna Sari Dewi adalah wanita keenam yang dinikahi Soekarno. Lahir dengan nama Naoko Nemoto di Tokyo, 6 Februari 1940, Dewi dinikahi sang proklamator saat usia 19 tahun.
Kisah pertemuan Soekarno dan Dewi cukup menarik. Gadis Jepang itu berkenalan dengan Soekarno lewat seseorang ketika Bung Karno berada di Hotel Imperial, Tokyo.
Sebelum menjadi istri Soekarno, Dewi adalah seorang penari sekaligus entertainer. Ada rumor yang mengatakan Dewi adalah seorang Geisha yg disuguhkan pada Sukarno untuk memuluskan investasi Jepang di Indonesia. Namun rumor itu berkali-kali dibantahnya.
Menjelang redupnya kekuasaan Soekarno, Dewi meninggalkan Indonesia. Setelah lebih sepuluh tahun bermukim di Paris bahkan sempat tercatat sbg wanita terkaya ke 19 di Prancis, sejak 1983 Dewi kembali menetap di Jakarta.
Dalam ‘A Life in the Day of Madame Dewi’ diceritakan, setelah bercerai dengan Soekarno, ia kemudian pindah ke berbagai negara di Eropa termasuk Swiss, Perancis, dan Amerika Serikat. Pada 2008, ia menetap di Shibuya, Tokyo, Jepang.
Pada bulan Januari 1992, Dewi menjadi terlibat di dalam banyak perkelahian dipublikasikan di sebuah pesta di Aspen, Colorado, Amerika Serikat dengan sesama tokoh masyarakat internasional dan ahli waris Minnie OsmeƱa, putri mantan presiden Filipina. Dewi juga pernah membuat kontroversi pada 1998, ia berpose untuk sebuah buku foto berjudul Madame Syuga.
Di dalam buku Madame Syuga yang diterbitkan di negara asalnya tersebut, pada isinya menampilkan sebagian foto-foto dirinya yang sedang berpose artistik setengah bugil, dan memperlihatkan tato-tato pada tubuhnya. Suharto melarang buku Madame de Syuga beredar di Indonesia. Bukunya untuk sementara tidak didistribusikan di Indonesia dan segera dilarang karena bisa jadi akan membuat banyak orang Indonesia merasa tersinggung dengan apa yang dianggap mencemarkan nama baik Sukarno dan warisannya.
Dari Soekarno yang ketika itu berumur 62 tahun, Dewi mempunyai satu anak yaitu Kartika Sari Dewi Soekarno.
Ucapan Soekarno kepada Ratna Sari Dewi : (1962 -1970)
“Kalau aku mati, kuburlah aku di bawah pohon yang rindang. Aku mempunyai istri yang aku cintai dengan segenap jiwaku. Namanya Ratna Sari Dewi. Kalau ia meninggal kuburlah ia dalam kuburku. Aku menghendaki ia selalu bersama aku.”

ISTRI KETUJUH SOEKARNO.
Sebelum dinikahi Soekarno pada 1963, Haryati adalah mantan penari istana sekaligus Staf Sekretaris Negara Bidang Kesenian. Karena pekerjaannya itulah, Haryati dekat dengan sang proklamator.
Melihat kemolekan Haryati, Soekarno bak Arjuna yang tak henti mengirim rayuan kepada wanita berusia 23 tahun itu. Bahkan, status Haryati sebagai tunangan  orang lain, tak membuat Soekarno mundur untuk meluapkan rasa cintanya, bahkan Mayor Penerbang Shakir sang tunangan dijebloskan ke RTM  dgn tuduhan yg tak pernah terbukti. Haryati pun akhirnya tak kuasa menolak pinangan sang Kepala Negara walau dirinya tahu tunangannya akan patah hati karenanya.
Soekarno dan Haryati akhirnya menikah pada 21 Mei 1963 saat itu Sukarno telah berusia 62 thn. Perbedaan usia mereka sekitar 39 tahun. Dan selang beberapa bulan ditahun yg sama Sukarno  juga mendekati seorang gadis belia siswa SMA anggota Passkibra yg bernama Yurike Sanger.  Namun selang tiga tahun, Haryati diceraikan tanpa anak. Soekarno beralasan sudah tidak cocok. Saat itu, Soekarno juga sedang dekat dengan Ratna Sari Dewi.
Ucapan Soekarno kepada Haryati: (1963 – 1966)
“Yatie adiku wong aju, iki lho alrodji sing berkarat kae. Kuliknakna nganggo, mengko sawise sasasi rak weruh endi sing kok pilih: sing ireng, apa sing dek mau kae, apa sing karo karone?
Dus; mengko sesasi engkas matura aku. (dadi senadjan karo karone kok senengi, aku ja seneng wae). Masa ora aku seneng! Lha wong sing mundhut wanodja palenging atiku kok! Adja maneh sakados alrodji, lha mbok apa apa ja bakal tak wenehke.”

ISTRI KEDELAPAN SOEKARNO.
Pertama kali Presiden Soekarno bertemu dengan Yurike Sanger pada tahun 1963. Kala itu Yurike masih berstatus pelajar dan menjadi salah satu anggota Barisan Bhinneka Tunggal Ika pada acara Kenegaraan atau Paskibra untuk saat ini. (Yurike Sanger, saat itu masih berstatus pelajar SMA )
Pertemuan itu rupanya langsung menarik perhatian Sang Putera Fajar. Perhatian ekstra diberikan sang presiden kepada gadis bau kencur itu, mulai dari diajak bicara, duduk berdampingan sampai diantar pulang ke rumah walau saat itu Sukarno baru beberapa bulan menikahi Haryati. Rupanya, benih-benih cinta sudah mulai di antara keduanya. Singkat waktu, Bung Karno menyatakan perasaannya dan menyampaikan ingin menikah dengan sang pujaan hati. Seuntai kalung pun diberikan kepada Yurike.
Akhirnya, Bung Karno menemui orangtua Yurike. Pada 6 Agustus 1964, dua anak manusia yang tengah dimabuk cinta itu menikah secara islam di rumah Yurike saat itu Sukarno berumur 63 tahun  dan perbedaan usia mereka 46 tahun. Berjalannya waktu, ternyata pernikahan kedelapan Sang Proklamator berjalan singkat. Kondisi Bung Karno pada 1967 yang secara de facto di makzulkan sebagai presiden, berdampak pada kehidupan pribadinya.
Didasari rasa cinta yang luar biasa dan kondisinya yg mulai sakit-sakitan, Bung Karno yang menjadi tahanan rumah di Wisma Yoso (sekarang, Musium Satria Mandala – pen.) menyarankan agar Yurike meminta cerai. Akhirnya perceraian itu terjadi, meski keduanya masih saling cinta.
Ucapan Soekarno kepada Yurike Sanger : (1964 – 1968)
“Yury,I came to you today,
but were out (to Wisma School)
I came only to say “I love you”
 Yours,
Soekarno.”

ISTRI KESEMBILAN SOEKARNO.
Heldy Djafar merupakan istri terakhir Soekarno, istri kesembilan. Keduanya menikah pada bulan Juni 1966, kala itu Bung Karno berusia 65 tahun sedangkan Heldy gadis asal Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur itu, masih berusia 18 tahun, perbedaan usia mereka 47 tahun. Pernikahan ini banyak mendapat kritikan dari berbagai pihak yg menganggap Sukarno tidak berempati dengan suasana duka akibat tragedy Lubang Buaya yg menimpa 7 Putra terbaik bangsa Indonesia. Banyak pihak menganggap Bung Karno lebih mementingkan kepentingan pribadinya dibanding kepentingan bangsa dan Negara. Berita tentang Sukarno yg menderita penyakit akutpun dipertanyakan banyak orang karena pernikahan ini.
Seperti perkiraan banyak kalangan, pernikahan keduanya hanya bertahan dua tahun. Kala itu situasi politik sudah semakin tidak menentu. Komunikasi tak berjalan lancar setelah Soekarno menjadi tahanan di Wisma Yaso (sekarang, Musium Satria Mandala – pen.), di Jalan Gatot Subroto.
Heldy sempat mengucap ingin berpisah, tetapi Soekarno bertahan. Soekarno hanya ingin dipisahkan oleh maut. Akhirnya, pada 19 Juni 1968 Heldy 21 tahun menikah lagi dengan Gusti Suriansyah Noor.
Kala itu Heldy yang sedang hamil tua mendapat kabar Soekarno wafat. Soekarno tutup usia 21 Juni 1970, dalam usia 69 tahun.
Ucapan Soekarno kepada Heldy Jafar : (1966 – 1969)
“Dear dik Heldy,
I am sending you some dollars,
Miss Dior, Diorissimo, Diorama
of course also my love,
Mas.”


Surat Terbuka Hafsah Salim saat Kematian Alexander Daniel Maukar ditahun 2007 lalu

Ucapan Belasungkawa Untuk Daniel Alexander Maukar

Aku mengheningkan cipta, mengucapkan TURUT BERDUKA CITA ATAS WAFATNYA
SEORANG PAHLAWAN.
Kasus Maukar adalah salah satu cacat Sukarno yang paling memalukan. 
Tidak seharusnya Maukar dipecat, seharusnya Sukarno itulah yang
dipecat.  Kesalahan Sukarno sangatlah fatal, tunangan Maukar ditiduri
Bung Karno sebelum rencana pernikahan mereka.

Kebiasaan Sukarno terhadap gadis2 lainnya selama ini tidak ada protes,
dan tidak ada yang berani mengkritiknya, baru Maukar inilah satu2nya
yang gagah berani, aku kagum terhadap keberanian dia, dia laki2 yang
punya harga diri.  Keberanian dia boleh disamakan dengan LetKol
Honasan dari Philipina.

Terlalu banyak kesalahan Sukarno terhadap bangsanya, tidak patut dia
mendapatkan gelar sebagai pahlawan.  Sukarno-lah yang menjual
Indonesia kepada Amerika.  Namun Sukarno marah sewaktu Amerika menekan
dia supaya mundur dan melaksanakan konstitusi untuk pemilu setiap 5
tahun sekali.  Bukan berterima kasih atas nasihat Amerika, malah Bung
Karno ini mengangkat diri menjadi presiden seumur hidup secara
inkonstitusional melalui MPRS yang tidak berwenang karena statusnya
masih sementara dan dia sendiri yang menjadi mandatarisnya.  Anggauta2
MPRS itu dulu bukan dipilih seperti dizaman sekarang, melainkan mereka
semuanya diangkat, dan dipilih oleh Bung Karno sendiri.  Anggauta2
MPRS ini juga menduduki posisinya seumur hidup atau sampai mereka
dicopot oleh atasannya.  Hal ini terjadi karena alasannya MPRS itu
masih sementara sehingga belum perlu dilakukan pemilihan anggauta2nya
seperti dizaman sekarang.

Ekonomi hancur lebur, Sukarno menjerumuskan bangsanya sendiri untuk
hal2 yang tidak mungkin dicapainya.  Dia membentuk Ganefo untuk
menggantikan Olympiade, juga membentuk Conefo untuk menggantikan PBB.
 Dia merasa negara2 Asia Afrika akan mendukungnya, ternyata semuanya
cuma janji dan menghianati Bung Karno pada waktunya.  Arab Saudia,
Mesir, irak, Iran, Syria, Libya, bahkan Aljazair yang dibantu senjata
oleh Bung karno ternyata tak satupun yang memenuhi janjinya untuk
memboikot Olympiade maupun PBB.  Mula2 semua negara yang dianggap
sahabat RI berjanji kalo Indonesia keluar dari PBB, maka mereka semua
akan juga keluar.  Ternyata sewaktu RI keluar dari PBB, tak ada
satupun yang mengikuti jejak Indonesia.  Sama halnya dengan Ganefo,
semuanya berjanji tidak akan mengirimkan atlitnya ke Olympiade,
ternyata juga Sukarno ditipunya, mereka semuanya mengirimkan atlit2
kelas wahid mereka ke Olympic Games, dan mereka hanya mengirim wakil2
saja ke Ganefo yang telah membebankan ekonomi RI ini, karena semua
biaya transportasi dan penginapan selama Ganefo 100% ditanggung
pemerintah RI.

Luar biasa, Sukarno ditipu sahabat2nya dari Asia Afrika, sementara
Sukarno sendiri menipu rakyatnya untuk menutupi kerugian rezimnya dari
penipuan sahabat2nya ini.  Memang betul, semua negara2 AA itu sangat
meriah menanggapi rencana Bung Karno ini, bahkan semuanya mengirimkan
wakil2 ke KAA di Bandung yang diciptakan Bung Karno, namun semua itu
ditanggung 100% biayanya oleh Bung Karno dari hasil mengencangkan ikat
pinggang rakyatnya.

Disini aku tidak akan menyinggung urusan politik Bung Karno, karena
kesalahannya yang paling besar itu adalah tidak bisa mengimbangi
kebijaksanaan politiknya dengan kemampuan ekonomi yang ada pada
rakyatnya.  Ibaratnya, apabila kita mau berperang haruslah menghitung
kekuatan misalnya berapa biayanya dan darimana mendapatkannya.  Kalo
memang tidak bisa berperang, carilah jalan damai.  Perang itu gampang
memulainya, tapi sukar menghentikannya.  Kalo kita tak mampu
berperang, janganlah menyerang, bisa bertahan sudah cukup.  Tetapi apa
yang dilakukan Bung Karno???  Belum diserang musuh, dia sudah
menyerangnya duluan, pasukan kelas satu dikirim ke Serawak, Malaysia,
dan Singapore.  Semua sumber ekonomi disana diledakkan oleh saboteer2
yang dikirim Bung Karno.  Akibat kekuatan semuanya dikerahkan untuk
menyerang ke Utara, pertahanan digaris belakang bobol, Suharto tanpa
perlu banyak pasukan bisa menerobos merebut kekuasaan tanpa perlawanan
dan tanpa pertumpahan darah.  GOBLOK BUKAN ????

Kasihan Maukar, seorang pilot kelas satu yang cuma satu2nya dimiliki
RI waktu itu.  Dia dilatih oleh RAF yang paling terkemuka didunia,
dialah satu2nya pengganti pilot kawakan perang dunia kedua yang
dimiliki RI satu2nya waktu itu yaitu Leo Wattimena.

SAYA TURUT BERDUKA CITA ATAS WAFATNYA PAHLAWANKU ALEXANDER DANIEL
MAUKAR, SEORANG PAHLAWAN BANGSA, PAHLAWAN KELUARGA, DAN PAHLAWAN AGAMANYA.

Ny. Muslim binti Muskitawati.

Inilah 9 Dosa Terbesar Sukarno Kepada Rakyat Indonesia.



Inilah 9 Dosa Terbesar Sukarno Kepada Rakyat Indonesia. Silahkan dibaca baik-baik secara cermat.
1. Menjadi Kolaborator Jepang untuk Indonesia.
Demi menjaga penampilannya yg selalu tampil Modis & Gaya, Sukarno tega menyerahkan rakyat Indonesia untuk menjadi tenaga Romusha & Jugun Ianfu (Pemuas Nafsu Birahi Tentara Jepang).
2. Menyetujui isi Perjanjian KMB.
Hanya karena ingin segera dpt berkuasa dgn tenang & kondusif, Sukarno rela memerintahkan Bung Hatta untuk menyetujui seluruh poin yg diminta Belanda dlm Perjanjian KMB termasuk mengambil alih Hutang Perang Belanda sejak 1942-1949. Isi perjanjian KMB jelas-jelas merugikan Bangsa Indonesia & ditentang banyak kalangan.
3. Menerbitkan Dekrit Presien 1959.
Demi memperluas & memperkuat Kekuasaannya, Sukarno menerbitkan Dekrit Presiden 1959 dgn dalih bahwa Badan Konstituante telah gagal lalu membubarkannya dan mengganti dengan orang-orang ditinjuk langsung oleh Sukarno. Dekrit 1959 jelas-jelas membunuh Roh Demokrsi & bertentangan dgn Pancasila & UUD45.
4. Mengijinkan PKI untuk kembali terlibat dlm Perpoltikan Indonesia.
Walau telah terbukti melakukan pemberontakan ditahun 1948, Sukarno masih memberi kesempatan pada PKI untuk berkiprah kembali bahkan menjadikannya sayap bagi kelanggengan Kekuasaannya.
5. Menolak Pemilihan Presiden yg diamanatkan UUD45 ditahun 1955.
Sukarno menolak permintaan Bung Hatta untuk melakukan Pemilihan Presiden & Wakil Presiden pasca Pemilu Legislatif ditahun 1955 karena takut Kalah. Diketahui bahwa suara perolehan PNI tdk mencapai 30% suara. Inilah alasan Bung Hatta meninggalkan Sukarno karena tdk ingin menempati jabatan yg bertentangan dgn UUD45.
6. Memberi Perintah pada Kol. Untung untuk memberi pelajaran pada Perwira AD yg dianggap tdk Loyal,
Hanya karena sakit hati karena diberi pasukan yg bukan merupakan pasukan Elit dikesatuannya & sering membangkang Kebijakannya, Sukarno tega memerintahkan Kol. Untung untuk memberi pelajaran pada para Jenderal TNI AD. Seperti diketahui, TNI AL menyerahkan KKO, TNI AU menyerahkan PGT & Kepolisian menyerahkan Brimob yg merupakan pasukan Elit dikesatuan mereka untuk menjadi bagian pasukan Cakrabirawa, sementara TNI AD menyerahkan pasukan Banteng Raiders sbg bagian pasukan Cakrabirawa bukan menyerahkan RPKAD yg merupakan pasukan Elit di AD.
7. Tidak pernah menghormati & menghargai 7 Pahlawan Revolusi.
Sukarno tdk pernah sekalipun mengapresiasi & rasa empaty atas nasib ke 7 perwira TNI AD yg dibantai di Lubang Buaya. Sukarno malah menganggap kematian ke 7 perwira AD dengan sangat-sangat sepele, “seperti riak kecil ditengah samudera”, sangat tidak berarti.
8. Tidak pernah mempertanggung jawabkan penggunan Uang milik Rakyat Indonesia.
Sukarno tdk pernah mempertanggung jawabkan penggunaan Dana Revolusi, Sumbangan Emas dari kerajaan-kerajaan diseantero Nusantara (57.000 ton emas). Semuanya habis tanpa pernah dipertanggung jawabkan peruntukannya.
9. Sukarno Tega membungkam Rakyat yg menolak keinginan Pribadinya.


Demi memuaskan keinginan Pribadinya, Sukarno tega memenjarakan rakyatnya sendiri seperti Dr Suwondo suaminya Hartini, memenjarakan Mayor Shakir tunangan Haryatie, memenjarakan Koes Bersaudara demi memanjakan anak tersayang dll. Peristiwa tadi bukanlah merupakan kebijakan Pemerintah seperti yg diamanatkan UUD45

Ambruknya Keangkuhan Sang Penguasa Tirani.




            Gerakan 30 September 1965/PKI atau G30S/PKI atau Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh) atau Gestok (Gerakan Satu Oktober)  adalah peristiwa pengkhianatan terhadap Bangsa Indonesia terbesar yang pernah terjadi. Peristiwa ini terjadi malam hari tepat saat pergantian dari tanggal 30 September (Kamis) menjadi 1 Oktober (Jumat) 1965 saat tengah malam. peristiwa ini melibatkan anggota PKI dan pasukan Cakrabirawa.


Berbagai versi tentang peristiwa G30S/PKI seolah menempatkan Suharto sebagai dalang dari peristiwa tersebut. Pertemuan-pertemuan Suharto dengan Kolonel Latief sebelum peristiwa ini meletus memperkuat dugaan tersebut. Seperti diketahui Kolonel Latief dan Kolonel Untung adalah mantan anak buah Suharto sewaktu menjadi Pangdam Diponegoro. Sebagai orang yang mengetahui akan terjadinya peristiwa tersebut maka banyak pandangan mengatakan seharusnya Suharto dapat mencegah peristiwa tersebut dan melaporkannya kepada atasannya. Tapi pandangan-pandangan ini terlalu dangkal untuk dipahami. Sebagai perwira tinggi Suharto berada dalam kondisi yang Dilematis. Kepada siapa Suharto harus melaporkan peristiwa yg belum terjadi ? Haruskah Suharto melaporkan tindakan Kolonel Latief & Kolonel Untung kepada Presiden Sukarno yang diketahui telah memberi perintah kepada Kolonel Untung untuk “memberi pelajaran” kepada para perwira yang dianggap tidak Loyal kepada Sukarno ? Atau, haruskah Suharto melaporkan tindakan ini kepada Nasution, Ahmad Yani & S Parman yang menjadi atasannya sementara nama-nama mereka disebutkan menjadi target dari operasi ini ? Sikap Suharto yang diam menunggu dapat dikatakan sudah tepat. Sikap diamnya yang menanti untuk melihat tindakan apa yang akan diterima para perwira tersebut dianggap sudah sesuai secara intuisi Militer.



           Untuk melihat latar belakang yang menjadi cikal bakal peristiwa G30S/PKI mungkin kita harus melihat jauh kebelakang sebelum peristiwa tersebut terjadi. Seperti diketahui, TNI AD dikenal teguh berpegang pada perintah Jenderal Sudirman untuk tetap setia pada Negara & Bangsa Indonesia bukan pada perseorangan. Perintah Jenderal Sudirman agar Militer tidak dicampuri oleh politik sipil benar-benar dijalankan oleh TNI AD, terbukti dengan peristiwa Oktober 1952 dimana Jenderal Nasution mengarahkan moncong meriam kearah istana karena menganggap sipil terlalu mencampuri urusan internal AD. Mari kita melihat tentang penyerahan pasukan untuk menjadi pasukan pengawal Presiden/Cakrabirawa. Dari ke 4 Angkatan yang ada hanya AD yang tidak menyerahkan pasukan elitnya yaitu RPKAD. Angkatan Darat justru menyerahkan pasukan Banteng Raiders yang notabene merupakan pasukan regular yang diberi pendidikan para komando. Angkatan Laut menyerahkan pasukan elitnya KKO sebagai bagian dari Cakrabirawa, Angkatan Udara juga menyerahkan pasukan elitnya PGT dan Kepolisian menyerahkan pasukan elitnya Brimob sebagai bagian dari pasukan Cakrabirawa. Sukarno memang dapat menerima alasan yang diberikan Nasution dan Ahmad Yani yang beralasan RPKAD dibutuhkan untuk operasi-operasi kegiatan separatis yang banyak terjadi dimasa itu, tapi siapa yang tahu isi hati seorang Sukarno yang dikenal tidak ingin diremehkan lawan maupun kawan.

 Mari kita lihat lagi peristiwa Bandar Betsy di Sumatera Utara yang menewaskan seorang prajurit TNI AD, Pelda Soedjono yang dilakukan para anggota BTI yang menjadi Underbow PKI. Peristiwa ini mengundang kemarahan Nasution dan Ahmad Yani. Terbukti di hari ulang tahun RPKAD tanggal 15 Juli 1965, dimarkas RPKAD di Cijantung, Ahmad Yani dengan lantang berpidato akan menuntut balas atas kematian prajuritnya di Bandar Betsy dan memerintahkan anggota RPKAD untuk tetap siaga & mempersiapkan diri. Menurut keterangan putri Ahmad Yani, pasca pidato di markas RPKAD, Sukarno pernah membisiki Ahmad Yani untuk menggantikan dirinya bila sewaktu-waktu tiada karena sudah dalam kondisi sakit-sakitan. Hal ini terasa janggal & aneh karena disaat yang sama Sukarno tengah mendekati seorang gadis belia yang bernama Heldy Jaffar yang kemudian dikawininya dibulan Mei 1966. Yang menjadi pertanyaan, apakah betul Sukarno memang sedang sakit keras kala itu ?
          Para perwira TNI AD yang menjadi target & korban dari G30S/PKI adalah mereka yang dengan keras menolak proposal untuk membentuk angkatan ke V yang diusulkan PKI. Beberapa dari perwira ini adalah atasan dari Mayjend Suharto tapi beberapa lagi adalah bawahan beliau karena berpangkat lebih rendah namun berada dibawah Menpangad Ahmad Yani. Harap diketahui bahwa DI Panjaitan & Sutoyo masih berpangkat Brigjen saat peristiwa ini terjadi dan dinaikan pangkatnya setingkat dgn gelar Anumerta menjadi Mayjen Anumerta.

           Pasca peristiwa G30S/PKI keadaan di Indonesia menjadi genting, demo terjadi dimana-mana yang mengerucut menjadi Demo TRITURA yang imotori oleh para Mahasiswa pada tanggal 10 Januari 1966. Untuk mengatasi keadaan agar tidak semakin bertambah kacau, Sukarno menunjuk Mayjen Pranoto sebagai Panglima Pengendali namun terjadi penolakan karena Pranoto terindikasi terlibat dalam organisasi PKI, lalu atas desakan beberapa perwira AD Sukarnopun menerbitkan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) yang diamanatkan kepada Mayjen Suharto. Berdasarkan Supersemar Suharto melakukan tindakan membubarkan PKI & melarang kegiatan yg berkaitan dengan organisasi tsb. Suharto mulai melakukan koordinasi dengan angkatan yang lain dan mengkordinir AD dengan bekerja sama dengan Jenderal Nasution yang masih menjabat sebagai Menko Pangab.



Dalam situasi yang mulai kondusif walau masih dalam suasana berkabung pasca tragedy G30S/PKI, Sukarno mempersunting seorang gadis belia yang usianya 2 tahun lebih muda dari putrinya Megawati, yang bernama Heldy Jaffar dibulan Mei 1966 tepatnya ditanggal 12. Perkawinan ini mengundang reaksi negative dari rakyat Indonesia. Sukarno dianggap lebih mementingkan kepentingan pribadinya disbanding kepentingan bangsa Indonesia. Sukarno yang penuh percaya diri seolah tidak menggubris protes dari berbagai kalangan kala itu. Mahasiswa & rakyat yang kala itu telah kondusif mulai bereaksi kembali, mereka mulai mengaitkan dengan pidato Sukarno yang mengecilkan arti kematian para perwira yang dibantai di Lubang Buaya, Sukarno mengibaratkan kematian ke 7 perwira “Bagai Riak Kecil ditengah Samudera yang Luas”, lalu mengaitkan lagi dengan pidato Sukarno yang menebar ancaman akan menghabisi orang-orang atau kelompok yang Phobia kepada PKI. Peristiwa perkawinan Sukarno dengan Heldy Jaffar menjadi pertanyaan bagi banyak kalangan tentang kebenaran berita kalau Sukarno memang benar-benar Sakit Keras. Timbul kecurigaan kalau berita tersebut hanyalah pengalihan isu. Akhirnya, keangkuhan Sukarno berakhir didepan Sidang Istimewa MPRS dibulan Juni 1966. Baru kali ini Sukarno dimintai pertanggung jawaban atas kinerjanya selama menjabat sebagai Presiden RI. Dua kali laporan pertanggung jawaban Sukarno yang diberi Judul NAWAKSARA I & II ditolak oleh MPRS yang diketuai oleh Jenderal Nasution. Akhirnya tanggal 20 February 1967 Sukarno diberhentikan sebagai Presiden RI oleh MPRS. 

Apakah Sukarno dan Suharto Otoriter sekaligus Diktator ?.

         Penulis sengaja memberi judul dengan menggunakan kata Diktator dan Otoriter agar kita dapat memahami makna kata dari Diktator dan Otoriter. Dalam kamus bahasa Indonesia, kata Diktator berarti seseorang yang memiliki kekuasaan yang sangat luar biasa bahkan mengalahkan hukum yang ada. Dengan kata lain Hukum adalah hal yg terlintas dalam pikiran sang Diktator atau yang sering kita sebut Hukum ada diujung lidahnya. Contoh Dikatator yang paling terkenal adalah Hitler dimana kata-katanya & perintahnya melebihi Hukum yang berlaku saat itu. Lalu kata Otoriter bermakna kekuasaan yang digunakan dengan jalan kekerasan/refresif namun masih berada dalam hukum yang digunakan. Seorang pemimpin yang Otoriter selalu menggunakan Hukum Negara sebagai dalil dalam melakukan tindakannya. Contoh pemimpin Otoriter yang terkenal adalah Lee Kuan Yeuw. Lee Kuan Yeuw selalu menggunakan dalil Hukum dalam membungkam lawan-lawan politiknya.
Sekarang mari kita berbicara tentang sosok Sukarno dan Suharto dalam memimpin bangsa Indonesia.

Pertama-tama mari kita berbicara tentang Sukarno.

         Sukarno adalah Presiden pertama Indonesia yang terlahir dengan nama Koesno Sosrodihardjo di Surabaya tanggal 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1970 pada usia 69 tahun. Sukarno menjabat sebagai Presiden Indonesia pada kurun waktu 1945-1967. Masa kepemimpinan Sukarno secara efektif/kondusif terhitung sejak 1950 dimana kondisi Indonesia dalam keadaan kondusif untuk melakukan pembangunan. Penulis ingin mengajak pembaca untuk melihat masa-masa pemerintahan Sukarno dimasa yang kondusif.
Apakah Sukarno seorang Diktator ? Mari kita bahas lewat sejarah yang terjadi.

          Pada tahun 1955, Indonesia melakukan Pemilu yang pertama untuk memilih para wakil rakyat yang akan duduk dikursi parlemen. Sesuai perintah UUD45 seharusnya Pemilu 1955 berlanjut dengan Pemilihan Presiden & Wakil Presiden oleh anggota DPR/MPR hasil Pemilu 1955, ternyata hal ini tidak pernah terjadi. Ini salah satu alasan Bung Hatta meninggalkan Sukarno ditahun 1956 karena Bung Hatta tidak ingin menjadi Wakil Presiden yang Inkonstitusional. Langkah Sukarno yang mengabaikan perintah UUD45 menunjukan tindakan beliau telah melebihi Hukum yang ada.

         Pada tahun 1959, Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang membubarkan Dewan Konstituante yang merupakan hasil Pemilu 1955. Mereka adalah wakil rakyat yang dipili oleh rakyat. Alasan yang digunakan Sukarno adalah kegagalan Dewan Konstituante dalam menghasilkan penyempurnaan Konstitusi. Selanjutnya Sukarno mengganti mereka dengan orang-orang yang ditunjuk oleh Sukarno sendiri. Langkah yang diambil Sukarno dengan Dekrit 1959 jelas-jelas mengabaikan perintah UUD45 dimana anggota Dewan berasal dari hasil Pemilu yang dipilih oleh rakyat bukan hasil penunjukan oleh seseorang. Artinya tindakan Sukarno telah melebihi Hukum yang ada.
Dari 2 kejadian diatas terbukti bila Sukarno adalah seorang Diktator karena tindakan yang diambil beliau telah melebihi Hukum yang berlaku saat itu. Bahkan dengan diterbitkannya Dekrit Presiden 1959 kekuasaan Sukarno bagai tak terbendung oleh hukum yang berlaku saat itu. Sistem Demokrasi Terpimpin seolah menempatkan Sukarno sebagai Leader dari segalanya.

Apakah Sukarno Otoriter ? Mari kita bahas lewat sejarah yang terjadi.

          Mochtar Lubis adalah seorang wartawan senior yang mejadi korban otoriter Sukarno. Tulisannya yang mengkritik gaya hidup Sukarno yang Glamour justru berbuah penjara tanpa pernah diadili. Rosian Anwar juga seorang wartawan senior mengalami hal yang sama ditahun 1961. Tulisannya yang mengkritik Sistem Demokrasi Terpimpin yang diterapkan Sukarno justru dihadiahi terali penjara tanpa pernah diadili. Buya Hamka yang hanya memuat tulisan Bung Hatta yang berisi kritik terhadap Demokrasi Terpimpinnya Sukarno juga dihadiahi penjara. Dr Suwondo suami dari Hartini juga mengalami hal yang sama saat Sukarno merebut Hartini dari sisinya dank e 5 anaknya. Mayor Shakir tunangan dari Haryatie juga dipenjarakan hanya karena menolak melepas Haryatie dari sisinya. Arif Rahman Hakim, mahasiswa yang tewas dalam peristiwa Demo TRITURA adalah bukti otoriterisme Sukarno yang terakhir. Kejadian-kejadian diatas menunjukan bahwa Sukarno adalah seorang pemimpin yang Otoriter.

Sekarang mari kita berbicara tentang Suharto.

          Suharto lahir di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta, 8 Juni 1921 – meninggal di Jakarta, 27 Januari 2008 pada umur 86 tahun) adalah Presiden ke-dua Indonesia yang yang menjabat dari tahun 1968 sampai 1998, menggantikan Soekarno. Di dunia internasional, terutama di Dunia Barat, Soeharto sering dirujuk dengan sebutan populer "The Smiling General" (bahasa Indonesia: "Sang Jenderal yang Tersenyum") karena raut mukanya yang selalu tersenyum. Penulis ingin mengajak pembaca untuk melihat masa-masa pemerintahan Suharto sejak tahun 1968 hingga 1998.

Apakah Suharto seorang Diktator ? Mari kita bahas lewat sejarah yang terjadi.

Suharto menjadi Presiden RI melalui Sidang Istimewa MPRS ditahun 1968. Selama masa pemerintahannya, Suharto selalu mengadakan Pemilu setiap 5 tahun sekali sekali dan melakukan Pemilihan Presiden & Wakil Presiden sesuai perintah UUD45. Dalam setiap tindakannya Suharto selalu menggunakan Hukum yang berlaku walau secara kasat mata dapat dilihat bila Suharto telah memanipulasi Hukum tersebut untuk melanggengkan kekuasaannya. Lee Kuan Yeuw  dan Mahatir Muhammad juga melakukan hal yang sama dalam mempertahankan kekuasaannya. Dari kegiatan dan tindakan yang diambil Suharto dapat disimpulkan bila Suharto bukanlah seorang Diktator.

Apakah Suharto Otoriter ? Mari kita bahas lewat sejarah yang terjadi.

          Pada beberapa programnya, Suharto terbukti melakukan tindakan refresif. Kasus Kedung Ombo yang menelan korban jiwa adalah bukti Otoriterisme Suharto. Tapi lihatlah dampak yang dihasilkan dari Waduk Kedung Ombo. Kasus Taman Mini juga menunjukan sikap Otoriter Suharto. Beberapa proyek pembangunan jalan maupun jalan tol juga dilakukan dengan tindakan refresif, tapi lihatlah dampak yang dihasilkan sesudahnya.Tapi lihatlah dampak yang dihasilkan dari Proyek Taman Mini. Pada beberapa kasus Demo mahasiswa, pemerintah melakukan tindakan refresif yang kian menunjukan otoriterisme Suharto. Dari beberapa kejadian diatas dapat diambil kesimpulan jika Suharto adalah seorang pemimpin yang Otoriter sama seperti Sukarno.

Akhir kata penulis menarik satu kesimpulan bahwa Sukarno adalah pemimpin yang Diktator sekaligus Otoriter sementara Suharto bukanlah seorang pemimpin Diktator tapi Suharto adalah pemimpin yang Otoriter.